Satuan Brigade Mobil (Sat Brimob) atau Si Baret Biru adalah
bagian dari Polri. Brimob merupakan satuan prajurit-prajurit pejuang
yang selalu berperan aktif mengemban tugas-tugas negara baik di
masa revolusi kemerdekaan maupun pada era Orde Baru.
Masa revolusi ketika masih bernama Pasukan Polisi Istimewa,
Brimob turut terlibat langsung dalam pertempuran 10 November 1945 di
Surabaya yang terkenal heroik itu. Dipimpin Inspektur Polisi I Moehammad
Jasin (sekarang letjen pol (purn), Pasukan Polisi Istimewa
memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan tentara sekutu.
Kesaksian ini diakui Jenderal TNI (Purn) Sidarto bahwa tanpa peranan
Pasukan Polisi Istimewa tidak akan ada 10 November 1945.
Kesaksian ini seperti dimuat dalam tulisan H Moehammad Jasin,
berjudul Dharma Bhakti Seorang Pejuang, dalam pidato pengukuhan
gelar kehormatan Doktor Honoris Causa Universitas Sawergading, 27
November 1986.
Pada 14 November 1946 sebutan Pasukan Polisi Istimewa berganti
menjadi Mobil Brigade (mobrig), di mana tanggal dan bulan tersebut
ditetapkan sebagai hari jadinya. Kemudian sejak 1 Agustus 1947
mobrig dimiliterisasikan.
Tugas pengabdian
Mobil Brigade di bawah pimpinan
Moehammad Jasin yang pada revolusi kemerdekaan bermarkas besar di Jawa
Timur, selalu hadir dalam tiap tugas pengabdian terutama di bidang
pertahanan dan keamanan negara (hankamneg).
Lepas dari kancah revolusi, mobrig harus berhadapan dengan para
pemberontak bangsa sendiri. Sebagai satuan penggempur dari polri, mobrig
yang ketika itu dipimpin Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam
Bachri (mantan Kadapol XIII Kalra di Banjarmasin awal 1970-an dengan
pangkat brigjen pol) pada tahun 1948 bersama pasukan TNI berhasil
gemilang menumpas pemberontakan PKI-Musso di Madiun dan di Blitar
Selatan dalam Operasi Trisula.
Begitu pula tatkala gembong separatis DI/TII SM Kartosiwiryo
memproklamirkan Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1948, kompi-kompi
tempur mobrig dikirim ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tahun 1953 di
Sulawesi Selatan dan Aceh satuan mobrig juga menumpas habis DI/TII
bentukan Khar Muzakar dan Daud Beureueh.
Pemberontakan separatis DI/TII bertahan cukup lama. Baru
setelah digelar Operasi RO, Operasi Bratayuda, Operasi Pamungkas dan
Operasi Pertahanan Rakyat (Pagar Betis) pemberontakan tersebut berakhir
dengan tertangkapnya Kartosuwiryo sekitar tahun 1962 dan tertembak
matinya Kahar Muzakar pada 3 Februari 1965.
Dalam situasi politik yang tidak stabil pada tahun 1950-an
yang berpengaruh besar terhadap organisasi militer dan kemudian
melahirkan kekacauan-kekacauan nasional oleh beberapa kelompok
separatis bersenjata, satuan-satuan mobrig yang selalu setia kepada
pemerintah yang sah secara aktif turut melakukan penumpasan dan
pengamanan di berbagai daerah di tanah air.
Misalnya awal tahun 1950 di mana pasukan APRA yang dipimpin Kapten
Raymond Westerling menyerbu kota Bandung, empat kompi mobrig dikirim
untuk menumpasnya. April 1950 manakala Andi Azis beserta pengikutnya
dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan, mobrig dan pasukan
TNI diturunkan untuk menyelesaikannya. Kemudian ketika Soumokil
memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur
mobrig kembali ditugaskan menumpasnya.
Pengabdian mobrig melaksanakan tugas negara tidak pernah
surut. Sekitar 1953, di Kalimantan Selatan satuan mobrig dikerahkan
untuk memadamkan pemberontakan rakyat pimpinan Ibnu Hajar. Dan
ketika Sumatera dikejutkan oleh hadirnya PRRI pada 15 Februari 1958
dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai gembongnya, pemerintah pusat
melalui pasukan-pasukan tempurnya --termasuk Mobrig-- menggelar Operasi
Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus. Dalam
operasi-operasi militer itu batalyon mobrig bersama pasukan-pasukan TNI
berhasil membasmi pemberontakan PRRI di Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.
Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur mobrig
melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Persemesta di
Sulawesi Tengah dan Maluku. Kemudian pada 14 November 1961 bersamaan
dengan diterimanya Pataka Nugraha Sukanti Yana Utama, satuan mobrig
berubah menjadi Korps Brigade Mobil (korps brimob).
Ketika perebutan kembali Irian Barat dari tangan Belanda sekitar
tahun 1962, di bawah Komando Mandala dengan Panglima Brigjen TNI
Soeharto (sekarang Presiden RI) digelar Operasi Trikora di mana
beberapa batalyon brimob yang tergabung dalam Resimen Pelopor
(menpor) membentuk Resimen Team Pertempuran (RTP) dan salah seorang
pimpinan Komandonya Ajun Komisaris Polisi Anton Sujarwo (Jenderal
Polisi Alm/mantan kapolri 1982-1986).
Dan ketika Operasi Dwikora yaitu konfrontasi dengan Malaysia
pada Oktober 1964, brimob membentuk Satgas Tempur dalam Brigade V/Mandau
pimpinan Ajun Komisaris Besar Polisi Daryono Wasito dan tergabung dalam
Komando Tempur IV/Siaga. Kemudian saat peristiwa G 30 S/PKI 1965,
brimob juga berperan memadamkan pemberontakan itu. Demikian
pula manakala ABRI menggelar Operasi Seroja di Timor Timur, kompi-kompi
tempur brimob silih berganti memperkuat pasukan TNI dalam
penumpasan Fretilin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar